Minggu, 29 Januari 2023

Kontrakan & Kost Bumi Sari Natar

Kontrakan Bumi Sari Natar Lokasi Strategis Dekat dengan Jalan Raya ,Dekat dengan Sekolah Pendidikan TK, SD , SMP , SMA Bahkan Banyak Perusahaan Pabrik Di sekitar Kontrakan.

Dan Harga Perbulan Sewa Kontrakan & Kost Dimulai Dari 500.000 Rupiah Saja. bisa Bayar Perbulan & Pertahun Untuk Menyewa Kontrakan Segera Hubungi Nomor Di Bawah ini Atau Langsung Kelokasi Tujuan dengan alamat sebagai berikut :

Jalan Raya Bumi Sari Natar Gang Bima Lampung Selatan ( Ruko Ungu ) Tidak Jauh Dari Jalan Raya Setempat Masuk Jalan Bima ( Gang Bima ) Kira - Kira Dari Jalan Bima 6 Sampai 7 Rumah Pertigaan Gang dari jalan Bima.

Hubungi Segera di Nomor Berikut : 085652216808 Berikut Gambar - Gambar Kontrakan & Kos Bumi Sari Natar Lampung Selatan.













Selasa, 16 November 2021

Mengeraskan Suara Saat Membaca Dzikir Setelah Shalat

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillaah, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, telah menceritakan kepada kami ‘Amr, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku Abu Ma’bad, dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku dahulu mengetahui selesainya shalat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan suara takbir mereka (yaitu suara dzikir).” [Shahiih Al-Bukhaariy no. 842] حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Nashr, ia berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Amr, bahwa Abu Ma’bad maulaa Ibnu ‘Abbaas telah mengkhabarkan kepadanya, bahwa Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma telah mengkhabarkan kepadanya, bahwasanya mengeraskan suara dzikir ketika manusia selesai menunaikan shalat fardhu terjadi di zaman Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Ibnu ‘Abbaas berkata, “Aku dahulu mengetahui mereka telah selesai shalat jika aku mendengar suara dzikir mereka.” [Shahiih Al-Bukhaariy no. 841; Shahiih Muslim no. 586] Al-Haafizh rahimahullah berkata bahwa hadits diatas adalah dalil dibolehkannya berdzikir dengan suara keras setelah selesai shalat [Fathul Baariy 2/324-326]

Membuat Pembatas Saat Sedang Shalat Fardhu Atau Shalat Sunnah

Amalan Sunnah Rosul Membuat Pembatas Saat Sedang Shalat Fardhu Atau Shalat Sunnah Pembatas ini dinamakan sutrah. Sutrah adalah sesuatu yang dianjurkan bahkan beberapa ulama menilainya wajib. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ، عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-‘Alaa’, telah menceritakan kepada kami Abu Khaalid, dari Ibnu ‘Ajlaan, dari Zaid bin Aslam, dari ‘Abdurrahman bin Abu Sa’iid Al-Khudriy, dari Ayahnya, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian shalat maka shalatlah dengan menghadap sutrah dan mendekatlah kepadanya.” [Sunan Abu Daawud no. 697] – Hasan. Para perawinya adalah para perawi Ash-Shahiihain. حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُتْرَةُ الرَّجُلِ فِي الصَّلَاةِ السَّهْمُ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَتِرْ بِسَهْمٍ Telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin Ar-Rabii’ bin Sabrah, dari Ayahnya, dari Kakeknya radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sutrah seorang laki-laki dalam shalatnya adalah anak panah, jika salah seorang dari kalian shalat maka batasilah dengan anak panah.” [Musnad Ahmad no. 14801] – Abul Hasan Al-Haitsamiy dalam Majma’ Az-Zawaa’id 2/61 berkata bahwa para perawinya adalah para perawi Ash-Shahiih. ثنا بُنْدَارٌ، ثنا أَبُو بَكْرٍ يَعْنِي الْحَنَفِيَّ، ثنا الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنِي صَدَقَةُ بْنُ يَسَارٍ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لا تُصَلِّ إِلا إِلَى سُتْرَةٍ، وَلا تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ ؛ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ Telah menceritakan kepada kami Bundaar, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr -yakni Al-Hanafiy-, telah menceritakan kepada kami Adh-Dhahhaak bin ‘Utsmaan, telah menceritakan kepadaku Shadaqah bin Yasaar, ia berkata, aku mendengar Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian shalat kecuali menghadap sutrah dan jangan biarkan seorangpun melintas di hadapanmu, jika ia melawan maka perangilah ia karena ia bersama dengan qarin (yaitu syaithan).” [Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 775; Shahiih Ibnu Hibbaan no. 2362] – Shahih. Para perawinya adalah para perawi Ash-Shahiih. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya dan butuh pembahasan yang sangat panjang sementara tidak disini tempatnya. Yang telah jelas disepakati adalah bahwa sutrah adalah sesuatu yang disyari’atkan ketika hendak shalat terutama ketika kita shalat munfarid, shalat sunnah atau ketika kita menjadi imam dalam shalat berjama’ah. Namun jika kita menjadi ma’mum maka sutrah kita adalah sutrah yang digunakan oleh imam. Demikian yang bisa kami tuliskan mengenai sunnah-sunnah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupan sehari-hari, sungguh merupakan suatu keutamaan jika kita bisa menghidupkannya dalam kehidupan kita disaat manusia banyak melupakannya. Wa billaahit taufiiq. Wallaahu a’lam. Dikutip dari berbagai sumber. Footnotes : [1] Dari sini, maka dapat disimpulkan bahwa teknis berdzikir setelah shalat terbagi menjadi dua, yaitu dengan mengeraskan suara, dalilnya seperti disebutkan diatas. Lalu dengan melirihkan suara. Dalil untuk ini adalah firman Allah Ta’ala : وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [QS Al-A’raaf : 205] Lalu sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, yang diriwayatkan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata : كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّهُ مَعَكُمْ إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ “Kami pernah berjalan bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ketika kami menaiki bukit maka kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai sekalian manusia, lembutkanlah diri kalian karena sesungguhnya kalian tidaklah menyeru kepada Dzat yang tuli dan ghaib, sesungguhnya Dia bersama kalian dan Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha Suci namaNya dan Maha Tinggi kebesaranNya.” [Shahiih Al-Bukhaariy no. 2992] Oleh karena itulah maka dibolehkan berdzikir setelah shalat dengan mengeraskan suara. Al-Imam Abu Muhammad Ibnu Hazm berkata : ورفع الصوت بالتكبير إثر كل صلاة حسن “Dan mengeraskan suara dengan takbir setelah tiap shalat adalah (amal yang) baik.” [Al-Muhallaa 4/260] Syaikh ‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz ditanya mengenai dzikir dengan mengeraskan suara setelah shalat, maka jawab beliau : نعم ، هذا هو السنة رفع الصوت بالذكر ، أما من قال إنه بدعة فهو غلطان ، السنة أن يرفع الصوت بالذكر كما كان النبي يفعل وأصحابه ، يقول ابن عباس رضي الله عنهما : كان رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، قال ابن عباس : كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته فالسنة للإمام والمأمومين إذا سلموا من الصلاة رفع الصوت رفعا متوسطا لا صراخ فيه حتى يتعلم الجاهل ويتذكر الناسي ، أما ما يفعل بعض الناس يهلل بينه وبين نفسه فلا ، هذا خلاف السنة ، السنة أن يرفع الصوت بالذكر حتى يتتابع الناس بأفعال السنة “Ya, berdzikir dengan mengeraskan suara adalah sunnah, adapun yang mengatakan bahwa perbuatan itu adalah bid’ah, maka ia salah. Termasuk sunnah adalah mengeraskan suara ketika berdzikir sebagaimana yang dilakukan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Mengeraskan suara dzikir ketika manusia selesai menunaikan shalat fardhu terjadi di zaman Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam,” Ibnu ‘Abbaas berkata, “Aku dahulu mengetahui mereka (para sahabat) telah selesai shalat jika aku mendengar suara dzikir mereka.” Maka sunnah untuk imam dan ma’mum jika mereka telah salam dari shalat, mereka mengeraskan suara dzikir mereka dengan suara yang sedang dan tidak dengan berteriak hingga orang yang tidak mengetahui mempelajari hal ini dan mengingatkan manusia. Adapun apa yang dilakukan oleh sebagian manusia dengan bertahlil di dalam hati maka ini tidak benar, menyalahi sunnah. Yang sunnah adalah berdzikir dengan mengeraskan suara hingga manusia menjadi pengikut sunnah.” [Fatawaa Nuur ‘alaa Ad-Darb 9/87] Adapun setelah dipahami bahwasanya dzikir dengan mengeraskan suara itu memang sah, maka para ulama pun memaknai bahwasanya dzikir dengan suara keras itu tidaklah dilakukan oleh Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam secara terus menerus, atau dengan kata lain Nabi melakukannya sesekali saja dengan maksud untuk memberi pengajaran kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, terbukti dengan lafazh yang dipakai oleh Ibnu ‘Abbaas yaitu “kuntu” (aku dahulu) yang menunjukkan perbuatan ini memang pernah terjadi namun tidaklah dirutinkan. Al-Imam An-Nawawiy berkata : وحمل الشافعي رحمه الله هذا الحديث على أنه جهر وقتاً يسيراً حتى يعلمهم صفة ‏الذكر، لا أنهم جهروا دائماً. قال: فأختار للإمام والمأموم أن يذكرا الله تعالى بعد الفراغ ‏من الصلاة ويخفيان ذلك، إلا أن يكون إماماً يريد أن يتعلم منه فيجهر حتى يعلم أنه قد ‏تعلم منه، ثم يُسِرُّ، وحمل الحديث على هذا “Dan Asy-Syaafi’iy rahimahullah membawa hadits ini kepada pengertian bahwasanya ia dikerjakan jahr sesekali dan sirr sesekali hingga beliau mengajarkan kepada mereka (yaitu para sahabat) sifat dzikir, tidaklah mereka melakukannya secara jahr terus menerus. Asy-Syaafi’iy berkata, “Aku memilih untuk imam dan ma’mum bahwa mereka berdzikir kepada Allah Ta’ala setelah menunaikan shalat dengan dipelankan, kecuali imam menginginkan untuk mengajarkan mereka maka ia menjahrkannya hingga mereka mengetahuinya, kemudian imam kembali merendahkan suaranya.” Beliau membawa hadits kepada pengertian seperti ini.” [Syarh Shahiih Muslim, Dan yang juga dapat dipahami dari hadits Ibnu ‘Abbaas tersebut adalah ia bukanlah dalil untuk berdzikir dengan dikomandoi satu suara secara berjama’ah, atau lazim kita kenal dengan dzikir berjama’ah. Namun yang dimaksud dan dimaknai oleh hadits adalah berdzikir dengan suara keras dan dilakukan dengan sendiri-sendiri. Wallaahu a’lam.

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Wasiat Muslimah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ' Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya,dan ucapkanlah perkataan yang baik, (QS.Al-Ahzab: 32.) Dan ini adalah perintah bagi istri-istri Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menjaga mereka dan juga bagi seluruh wanita-wanita muslimah lainnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Taubah: 71.) Oleh karena itulah maka wajib bagi wanita muslimah untuk memperhatikan syi’ar Islam yang agung ini khususnya di rumah bersama anak-anak dan anggota keluarganya, lalu jika dia melihat pada diri saudaranya suatu kelalaian dalam ketaatan kepada Allah baik dalam pelaksanaan shalat dan puasa mereka atau dalam menjalankan hak-hak sebagai suami atau yang perkara lainnya maka hendaklah dia menasehati mereka dengan kata-kata yang baik, dan nasehat yang benar, dengan mencontoh para wanita dari kalangan shahabat, dan semoga Allah meredhai mereka semua.

Bertaqwa kepada Allah

Bertaqwa kepada Allah dan muraqabah kepada -Nya dalam keadaan sunyi atau ramai, sebab taqwa kepada Allah adalah wasiat Allah bagi orang-orang terdahulu dan yang akan datang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “..dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah”. (QS. Al-Nisa’: 131 ) Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam banyak berwasiat kepada para shahabatnya agar mereka bertaqwa kepada Allah, di dalam riwayat Irbadh bin Sariyah bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku berwasiat kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah, hendaklah kalian mendengar dan taat”. Sunan Turmudzi no: 2676 Dan waspadalah terhadap kemaksiatan baik yang kecil atau yang besar, dan Allah telah menjanjikan bagi orang yang meninggalkan dosa-dosa besar bahwa akan dihapuskan dosa-dosa kecil mereka dan akan dimasukkan ke dalam tempat yang mulia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. Al-Nisa’: 31).

Bertafaquh Dalam Agama

Bertafaquh dalam agama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Al-Zumar: 9 Di dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan maka dia akan diberikan kepahaman dalam agama”. Al-Bukhari: 1/20 no: 8 dan Muslim: 1/45 no: 16 Oleh karena itulah seorang wanita muslimah harus mendalami perkara agamanya dengan cara menghadiri pengajian dan ceramah-ceramah agama, mendengarkan kaset-kaset yang bermanfaat, membaca buku-buku yang berguna, dan yang terpenting adalah mengahafal kitab Allah, dia adalah puncak semua ilmu, sumber hikmah, taman bagi orang-orang yang shaleh, perisai dari kesesatan yang nyata serta beramal dengannya. Aisyah RA berkata: “Alangkah baiknya wanita-wanita Anshar, rasa malu tidak mencegah mereka untuk bertanya tentang urusan agama mereka”.

ninonurmadi.com, Allah SWT , Muhammad ﷺ , Nino Nurmadi , S.Kom

  ninonurmadi.com, Allah SWT , Muhammad ﷺ , Nino Nurmadi , S.Kom